Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah fase formatif yang penting, bukan hanya untuk pengembangan intelektual siswa, tetapi juga untuk membangun jiwa ikhlas yang menjadi inti dari akhlak bertakwa. Di usia remaja, ketika siswa mulai memahami konsep-konsep abstrak dan nilai-nilai moral, SMP memiliki peran krusial dalam menanamkan ketulusan hati, tanpa mengharapkan balasan, sebagai fondasi utama karakter yang mulia. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berhati bersih dan penuh integritas.
Proses membangun jiwa ikhlas di SMP terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan sekolah, melampaui sekadar pelajaran agama formal. Banyak SMP kini menerapkan program-program pembiasaan positif yang dirancang untuk membentuk karakter siswa secara holistik. Sebagai contoh, di SMP Amanah Mulia, Jakarta Pusat, setiap hari Kamis, dari pukul 13.00 hingga 15.00 WIB, para siswa berpartisipasi dalam program “Berbagi Tanpa Pamrih”. Dalam program ini, mereka secara sukarela membantu membersihkan fasilitas umum, seperti masjid atau panti asuhan, tanpa mengharapkan imbalan. Bapak Hendra Kusuma, Koordinator Bidang Kesiswaan SMP Amanah Mulia, dalam rapat koordinasi pada 15 Mei 2025, menjelaskan, “Kami ingin anak-anak merasakan kebahagiaan dari memberi tanpa motivasi lain. Ini adalah inti dari membangun jiwa ikhlas.” Kegiatan ini membantu siswa memahami esensi dari beramal dengan tulus.
Selain program langsung, kurikulum Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PABP) di SMP dirancang untuk tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga aplikasi nilai-nilai ikhlas dalam kehidupan nyata. Guru-guru berupaya menyajikan materi dengan cara yang relevan dan kontekstual, mendorong siswa untuk berpikir kritis tentang bagaimana ajaran agama dapat membimbing perilaku mereka. Misalnya, di SMP Nurul Qolbi, Bandung, pada 20 Juni 2025, siswa kelas 8 diberikan tugas proyek untuk membuat kampanye mini tentang pentingnya memberi dan menolong sesama tanpa mengharapkan pujian atau balasan. Mereka membuat poster digital dan video pendek yang disebarkan di forum internal sekolah, menyoroti kisah-kisah orang yang berbuat baik secara tulus. Pendekatan semacam ini membantu siswa memahami relevansi nilai ikhlas dalam konteks yang lebih luas.
Peran guru sebagai teladan juga sangat sentral dalam menanamkan jiwa ikhlas. Guru yang menunjukkan integritas, kejujuran, dan ketulusan dalam interaksi mereka dengan siswa dan sesama rekan kerja akan memberikan pengaruh yang kuat. Mereka tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga mentor dan panutan. Ibu Siti Aisyah, seorang guru PABP di SMP Kasih Ibu, Surabaya, dikenal sering mengajak siswanya untuk berdiskusi tentang manfaat melakukan kebaikan secara sembunyi-sembunyi dan bagaimana hal itu dapat meningkatkan ketenangan batin. Beliau juga memprakarsai program “Kotak Sedekah Rahasia” di kelasnya, di mana siswa dapat berinfak secara anonim. Pada 28 Juli 2025, dana yang terkumpul dari kotak tersebut digunakan untuk membantu seorang teman sekolah yang sedang sakit, menunjukkan bagaimana keikhlasan dapat menghasilkan dampak nyata.
Kolaborasi dengan orang tua dan komunitas juga esensial dalam memperkuat pendidikan karakter di SMP. Orang tua dapat mendukung nilai-nilai ikhlas yang diajarkan di sekolah melalui teladan dan penguatan di rumah. Sementara itu, komunitas dapat menyediakan lingkungan yang mendukung bagi siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai ketakwaan dan akhlak mulia dalam konteks yang lebih luas. Dengan demikian, SMP tidak hanya menjadi tempat untuk meraih prestasi akademis, tetapi juga menjadi pusat di mana membangun jiwa ikhlas ditanamkan dengan kokoh, menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berhati mulia dan siap menghadapi tantangan masa depan dengan integritas serta ketulusan.